Bro Cerdas

Membangun Perspektif Baru Dalam Industri Forex

Post Page Advertisement [Top]

 


Bias optimisme adalah istilah yang digunakan untuk penyebutan kepada sebuah situasi emosi yang cenderung melebih-lebihkan kemungkinan positif dan menyepelekan kemungkinan negatif. Bias optimisme membuat orang menjadi terlalu percaya diri dan terlalu yakin bahwa semua akan berjalan dengan baik seperti apa yang diharapkan bahkan seandainya secara rasional menunjukkan adanya masalah dan persoalan yang tidak dapat dihindari atau jika dalam dunia bisnis mengesampingkan adanya kemungkinan resiko.


Sebagai contoh bias optimisme adalah ketika Anda memutuskan untuk mengendarai sepeda motor dan tidak mengenakan helm. Karena Anda sudah mengendarai sepeda motor sejak lama maka Anda merasa yakin bahwa kecil sekali kemungkinan bagi Anda untuk mengalami kecelakaan. Anda yakin bahwa tanpa helm pun Anda akan baik-baik saja. Anda mengesampingkan resiko kecelakaan dengan mengendarai sepeda motor tanpa helm, disinilah bias optimisme itu muncul.


Memang di sisi lain bias optimisme dapat memotivasi kita dalam mengatasi tantangan atau hambatan, namun ini juga dapat membuat kita mengabaikan resiko dan ini seringkali mengakibatkan pengambilan keputusan yang buruk.


Apa Itu Bias Optimisme?

Bias optimisme atau optimisme yang tidak realistis adalah jenis bias kognitif yang tidak disadari mengacu kepada sikap menguntungkan yang tidak realistis yang dimiliki oleh orang terhadap diri mereka sendiri.


Bias optimisme membuat orang menjadi merasa berbeda, membuat orang menjadi percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami peristiwa negatif dibanding orang lain. Misalnya dalam soal karir, kesehatan, atau pernikahan mereka akan lebih baik dibanding orang lain. Masalah finansial, kesehatan, atau perceraian yang menimpa orang lain tidak akan menimpa atau terjadi terhadap mereka. Keyakinan yang tidak rasional ini ternyata sudah mendarah daging dan tertanam kuat dalam diri manusia. Beberapa studi menunjukkan 80% manusia mengalami ini, namun tidak termasuk mereka yang mengalami depresi.


Mengapa Bias Optimisme Terjadi?

Mempertahankan pandangan positif menjaga kita untuk berani terus maju dan mengabaikan situasi buruk yang mungkin kita hadapi. Ini memnungkinkan kita untuk terus mencoba hal-hal baru yang mungkin sulit untuk dilakukan karena yakin bahwa semua akan berjalan dengan baik.


Sepanjang sejarah manusia karakteristik ini cukup memberi manfaat dan telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan kata lain, karena bias optimisme terbukti bermanfaat maka kita cenderung keliru memprediksi masa depan.


Ada dua pandangan utama yang mendasari timbulnya bias optimisme yaitu :

Pertama; bahwa kita memiliki kendali atas dunia di sekitar kita, termasuk apa yang akan terjadi pada masa depan kita.

Kedua; bahwa kita sebagai individu memiliki lebih banyak sifat positif dibandingkan orang lain atau kebanyakan orang.


Agar lebih jelas mengenai bias optimisme, beberapa faktor berikut akan lebih membantu :

Kecenderungan untuk secara selektif memperbarui keyakinan dan harapan akan masa depan lebih berdasarkan kepada informasi positif dibanding informasi negatif yang pada gilirannya hal ini akan memuluskan timbulnya bias optimisme.


Optimisme memang bermanfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Mengharapkan hasil positif akan mengurangi kecemasan dan stress. Penderita sakit yang optimis akan cenderung percaya bahwa mereka akan pulih dan akan mengarahkan mereka kepada perilaku yang meningkatkan peluang mereka untuk sembuh dan pulih dari sakitnya seperti olahraga dan diet misalnya.


Secara keseluruhan bias optimisme memungkinkan kita untuk mengatasi keadaan dan tidak terlalu mengkuatirkan ketidakpastian. Dan karenanya seringkali ini memberikan hasil yang lebih baik dibanding keyakinan yang tidak bias atau rasional.


Kebanyakan orang rentan terhadap bias optimisme, maka menjadi penting untuk dapat menyadari pengaruhnya terhadap persepsi dan penilaian kita.


Bias optimisme bisa menjadi masalah ketika berkaitan dengan antisipasi terhadap resiko. Dalam industri forex misalnya, bias optimisme dapat membuat kita meremehkan Stop Loss (SL) dan Target Profit (TP) termasuk volume trading


Kegagalan dalam menilai potensi bahaya juga berarti kegagalan dalam memilih program asuransi yang memadai atau melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.


Di sisi lain bias optimisme juga dikaitkan dengan prestasi di berbagai bidang seperti dalam bidang olahraga, bisnis, atau pendidikan. Ketika kita optimis kita akan termotivasi untuk berjuang lebih keras yang pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap hasil yang kita capai. Terkadang, mengharapkan hasil positif menjadi sebuah ramalan yang tercapai dengan sendirinya.


Contoh bias optimisme dalam skala besar atau kolektif adalah ketika para ahli menganggap bias optimisme sebagai salah satu penyebab utama terjadinya krisis ekonomi tahun 2007-2008 silam. Para pejabat dan analis terlalu optimis bahwa ekonomi akan tumbuh dengan baik (bisnis akan tumbuh dan menguntungkan, pendapatan akan meningkat, dan akan tersedia pekerjaan bagi banyak orang). Ini membuat mereka mengabaikan tanda peringatan apapun. Dari sini kita tahu bahwa ketika banyak orang memiliki harapan yang sama dan tidak realistis bias optimismenya terakumulasi dan menimbulkan dampak berskala besar.


Bias optimisme dapat berdampak negatif terutama saat resiko serius seringkali diabaikan begitu saja.

Termasuk juga dalam persoalan lingkungan hidup dan sistem ekologi. Banyak orang yang menjadi tidak peduli dengan ekologi karena terlalu yakin bahwa di daerah mereka tinggal tidak akan terkena dampak negatif dari tanda-tanda perubahan iklim yang signifikan. Padahal secara rasional tanda-tanda perubahan iklim menjadi suatu tanda adanya ancaman terhadap lingkungan hidup manusia.


Bagaimana cara menghindari Bias Optimisme?

Bias optimisme adalah sifat dasar manusia yang mungkin tidak terhindarkan. Namun kita dapat mengendalikannya dengan cara :


Pertama; Lakukan "analisa sebelum mati" berdasarkan hipotesa bahwa Anda akan gagal. Dengan demikian Anda dapat mempertimbangkan kemungkinan resiko dan menemukan cara untuk mengantisipasi atau membatasinya.

Kedua; Belajar dari pengalaman. Pengalaman menjadi guru terbaik dan Anda tentu tidak harus selalu belajar dari pengalaman pribadi. Anda dapat belajar juga dari pengalaman orang lain yang sudah lebih dulu mengalaminya. Jika Anda harus menunggu mengalaminya secara pribadi mungkin memerlukan waktu 10 tahun agar Anda menjadi sadar dan menemukan cara untuk mengatasinya. Namun jika Anda mau mengosongkan gelas dan belajar dari pengalaman orang lain, waktu yang Anda butuhkan untuk memperbaiki kesalahan akan jauh lebih cepat.


Belajar menjadi Trader Pro dari mereka yang sudah melewati semuanya menjadi sangat penting. Anda dapat memulainya dengan mendownload dan menginstall Aplikasi Traders Family.

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]